Thursday, February 12, 2015

Pengalaman Paling Mengerikan Saat Naik Pesawat

Hari ini menjadi pengalaman yang sulit ku lupakan.
Pengalaman yang paling mengerikan saat naik pesawat dan membuatku trauma sampai 12 jam.

Gara-gara didesak terus untuk segera melakukan akad pembelian rumah di Kendari, akhirnya hari ini aku berangkat ke Kendari walaupun sebenarnya hati kurang sreg karena terkesan terburu-buru, persiapan kelengkapan administrasi juga belum sepenuhnya tuntas dan cuaca yang kurang bersahabat beberapa bulan ini karena sedang musim hujan.

Dari bangun tidur sampai sore menjelang keberangkatan-pun matahari tidak pernah terlihat karena selalu tertutup oleh awan hitam.
Saat menuju bandara, dari dalam taksi aku selalu melihat-lihat langit berharap ada sedikit cahaya matahari tapi langit tetap saja gelap dan hujan masih terus turun.
Dalam hati bertanya bagaimana nanti keadaannya pada saat di atas?
Dan ada juga harap agar penerbangan kami baik-baik saja.

kondisi di luar pesawat ~ hujan dan awan hitam

Saat menunggu penerbangan aku melihat pesawat Wings yang terbang duluan menuju Kendari.
Dalam hati jadi tenang karena aku beranggapan kalau pesawat kecil itu saja berani, masa aku tidak berani dengan pesawat yang lebih baik.
Kemarin aku hampir memilih naik Wings karena lebih murah, tapi karena waktunya terlalu cepat aku akhirnya membeli tiket Garuda yang kebetulannya juga pada saat itu perbedaan harganya hanya 50.000 rupiah.

Jam 17.20 WITA pesawat kami mengudara.
Penerbangan kami bisa tepat waktu yang artinya cuaca ini masih layak dilewati.
Tapi baru naik sesaaat pesawat sudah goyang-goyang seperti sedang mengalami kesulitan melewati kumpulan awan.
Terasa lama berlalu, Aku pikir kami sudah berada di tengah perjalanan.
Sesaat ada celah buat kami bisa melihat ke bawah dan terlihat sisi daratan di belakang kami yang artinya ternyata kami baru saja melewati bagian timur sulawesi selatan yang artinya horor ini masih akan lama berlanjut.

awalnya masih percaya diri, namun setelah itu?

Dalam perjalanan normal seharusnya sekitar 15 menit lagi kami sampai ke Kendari tapi ternyata kami baru sampai di sisi terluar bagian timur sulawesi selatan atau tepatnya melewati Kabupaten Bone dan masuk ke perairan.
Begitu sulitnya pesawat ini melewati rintangan.
Pesawat tidak pernah berhenti bergoyang.
Hanya ada awan putih yang menyelimuti pesawat.
Membuat malas bicara dan malas makan makanan yang telah dibagikan.

Dan akhirnya tibalah di bagian terhoror-nya.
Pilot memberikan informasi sesaat lagi pesawat akan memasuki cuaca yang kurang baik dan semua penumpang dihimbau untuk kembali ke tempat duduk dan mengenakan seat belt.
Hatiku makin kesal membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Pesawat akhirnya bergetar keras dan kemudian jatuh bagaikan kehilangan daya angkat sekitar 4 detik kemudian normal dan kemudian jatuh lagi selama 2 detik.
Kami dan semua penumpang berteriak.
Bapak sangar bertato di depan kami yang sedang baca koran pun teriak dan berhenti membaca. Tangannya sekarang hanya memegang kursi.

Saat terjatuh tersebut aku sempat berpikir bahwa inilah akhir hidup kami.
Saat itu pikiran burukku mencoba menenangkanku.
Saat itu aku berpikir kalau aku mati, setidaknya aku bisa mati dengan tenang karena tidak meninggalkan beban pada istriku karena istriku juga ikut dalam perjalanan ini.
Namun saat pesawat kembali normal dan tetap diselimuti awan aku hanya berharap bahwa aku masih bisa mendengar mesin pesawat berbunyi.

Setelah kejadian mengerikan tersebut, tetap tak ada yang bisa terlihat dari pesawat. Semuanya tertutup awan dan pesawat terus bergoyang-goyang.

Jam 18.40 WITA aku berpikir bahwa teror kami telah berakhir karena Pilot mengumumkan bahwa sesaat lagi pesawat akan mendarat di bandara Kendari, tapi ternyata teror masih terus berlanjut karena hujan lebat dan awan hitam tebal menutupi bandara Kendari sehingga kami tidak bisa mendarat dan harus berkeliling-keliling di sekitaran Kendari.

Walaupun hanya berkeliling di atas Kendari tapi itu juga menimbulkan kegelisahan penumpang karena awan hitam berada di sekitar kami, timbul juga pikiran buruk kalau bahan bakar pesawat habis atau pesawat ini tersambar petir.
Aku hanya bisa berdo’a semoga kami bisa segera mendarat dengan selamat.
Baru kali ini aku berdo’a tanpa henti sepanjang perjalanan.
2 jam berdo’a tanpa henti dan tak merasakan capek.

Setelah 45 menit berputar-putar di atas Kendari akhirnya pesawat mendarat dengan keras seperti langsung terjatuh dari atas atau mendarat secara vertikal/garis lurus langsung.
Aku dan semua penumpang teriak karena kami kaget. Kami tak merasakan ancang-ancang atau tanda-tanda pesawat akan mendarat dan tak melihat lampu bandara dan kemudian kami tiba-tiba mendengar suara tabrakan keras.
Pada saat itu aku mengira roda pesawat atau bagian bawah pesawat terkena pepohonan di hutan.

Perjalanan ke Kendari dalam kondisi normal hanya ditempuh selama 45 sampai 50 menit, tapi kami baru tiba di atas Kendari setelah jam 19.30 WITA atau sekitar 2 jam lebih kemudian.
Jarak Makassar-Kendari seperti menempuh perjalanan Makassar-Jakarta.

Saat menumpang taksi dan menuju ke rumah, aku melihat orang-orang yang sedang asyik menikmati malam di pinggiran jalan by pass.
Aku merasa nikmatnya menjejakkan kaki di atas tanah daripada berada di atas sana.
Aku beryukur masih diberi kesempatan menjejakkan kakiku di bumi ini.

Mendung memberikan kesenangan orang-orang yang berjalan di atas tanah namun merupakan sebuah teror mengerikan bagi orang-orang yang ada di atas sana.
Begitu sempurna ciptaan Tuhan, semua yang diciptakannya mempunyai makna.
Sesuatu yang kita anggap buruk belum tentu buruk bagi yang lainnya demikian pula sebaliknya, yang kita anggap baik belum tentu baik bagi orang lain.
Kita hanya perlu rajin-rajin bersyukur.

Ternyata pesawat mahal dan secanggih apapun tidak dapat melawan kekuatan alam.
Manusia boleh merasa hebat di atas manusia lainnya namun saat berhadapan dengan alam, manusia seakan tiada arti dan serasa hanya seperti titik kecil di bumi ini.

Saat sampai di rumah, seharusnya aku banyak bicara kepada adikku dan ibuku, namun itu tidak terjadi. Aku hanya diam karena masih trauma.

Traumaku baru sembuh pada keesokan harinya, saat traumaku teralihkan oleh kesibukan mengurus berkas sebagai kelengkapan akad rumah.

1 comment:

  1. Mirip dengan pengalaman saya saat terbang dari Jakarta ke Yogya. Saat di atas Laut Jawa, pesawat bergoncang keras karena hujan lebat. Saya sampai berdoa berkali-kali dan berusaha jangan panik. Begitu ada pengumuman pesawat mau mendarat... huh... lega deh

    ReplyDelete