Selain Rambo, film Sylvester Stallone yang sangat
terkenal juga adalah Rocky, bahkan Rocky dibuat lebih dulu beberapa tahun
sebelum Rambo.
Rocky merupakan karakter yang kuat seperti Rambo.
Tidak jarang kita mendengar anak-anak yang sedang
bermain tembak-tembakan bakal dipanggil rambo.
Jika Rambo diidentikkan dengan seorang jago tembak
maka Rocky diidentikkan dengan seorang jago tinju.
Film Rocky sering ditayangin di TV tapi saya tidak
pernah tertarik menontonnya.
Film bertema olahraga sering sekali mengecewakan
saya.
Walaupun saya suka sepak bola tapi hampir semua
film sepak bola mengecewakan saya dengan adegan yang tidak masuk akal kecuali
film Green Street Hooligan karena memang film itu tidak menunjukkan adegan
bermain bola tapi lebih kepada fanatisme suporter.
Baru semalam saya berniat menonton film ini karena
pengen sesuatu yang lain karena hampir semua isi hardisk sudah dinonton semua
dan belum sempat diupdate lagi daftar filmnya.
Saya juga awalnya ragu dengan film ini tapi nama
besar film ini membuat saya tertarik untuk melihatnya.
Film Stallone pasti itu-itu saja, jadi manusia
super yang tidak terkalahkan.
Tapi ternyata film ini cepat mendapatkan hati saya.
Kalau saya menilai unsur drama dalam film ini lebih
menarik dibanding adegan tinjunya.
Kisah perjuangan Rocky sangat menarik untuk
diikuti.
Scene yang paling menarik buat saya adalah pada
saat Rocky berbaring di tempat tidur dan meluapkan perasaannya akan menghadapi
sang juara dunia.
“Tidak penting kemenangan, yang penting adalah menunjukkan
pada orang-orang kalau aku bukan lagi sekedar gelandangan”
Begitulah kata Rocky yang sangat menyentuh.
Di sini Stallone jauh dari kesan Superhero, dia
tampil sangat manusiawi, dia bisa kalah, terpuruk, sakit, sabar, bersahabat dan
juga mempunyai kisah cinta.
Kekurangan pada film ini hanyalah pada adegan
laganya saja.
Pukulan yang terlontar tidak ada yang mengenai
sasaran.
Sangat kentara bila para aktor tidak terkena
pukulan dan hanya menggoyangkan kepala dan badannya saja seolah-olah terkena
pukulan.
Ini mencengangkan karena sang legenda Sylvester
Stallone sendiri yang mengkoreo adegan laganya.
Mungkin pada saat itu teknologi pendukung untuk
menyiasati mata penonton belum baik.
Entah ada yang sependapat dengan saya atau tidak
bahwa kekurangan sangat terlihat di adegan laganya.
Ataukah ada juga yang memperhatikan adegan laga
yang sangat bohong-bohongan tersebut?
Terlepas dari itu, film ini banyak menuai
peghargaan dan mendapat rating tinggi.
Film ini bisa seperti itu dengan penulisan skenario
hanya 3 hari oleh Sylvester Stallone sendiri.
Nilai 8 dari saya untuk film ini.
Saya jadi tertarik untuk melihat film Rocky
selanjutnya yang saat ini sudah berjumlah 6 film.
Dibuat pertama tahun 1976 dan yang terakhir tahun
2006 atau 30 tahun kemudian dan kisahnya si Rocky sudah jadi pelatih.
Tapi katanya film-film selanjutnya mengecewakan. Gak
tau ah, lihat sendiri aja dulu baru beri penilaian. Bisa saja menurut orang lain
begitu tapi menurut selera saya mengatakan lain.
No comments:
Post a Comment