Friday, May 22, 2015

Rocky, Saat Sylvester Stallone Jadi Lebih Manusiawi

Dari dulu saya sudah mendengar tentang film ini.
Selain Rambo, film Sylvester Stallone yang sangat terkenal juga adalah Rocky, bahkan Rocky dibuat lebih dulu beberapa tahun sebelum Rambo.
Rocky merupakan karakter yang kuat seperti Rambo.
Tidak jarang kita mendengar anak-anak yang sedang bermain tembak-tembakan bakal dipanggil rambo.
Jika Rambo diidentikkan dengan seorang jago tembak maka Rocky diidentikkan dengan seorang jago tinju.

Film Rocky sering ditayangin di TV tapi saya tidak pernah tertarik menontonnya.
Film bertema olahraga sering sekali mengecewakan saya.
Walaupun saya suka sepak bola tapi hampir semua film sepak bola mengecewakan saya dengan adegan yang tidak masuk akal kecuali film Green Street Hooligan karena memang film itu tidak menunjukkan adegan bermain bola tapi lebih kepada fanatisme suporter.

Baru semalam saya berniat menonton film ini karena pengen sesuatu yang lain karena hampir semua isi hardisk sudah dinonton semua dan belum sempat diupdate lagi daftar filmnya.

Saya juga awalnya ragu dengan film ini tapi nama besar film ini membuat saya tertarik untuk melihatnya.
Film Stallone pasti itu-itu saja, jadi manusia super yang tidak terkalahkan.

Tapi ternyata film ini cepat mendapatkan hati saya.
Kalau saya menilai unsur drama dalam film ini lebih menarik dibanding adegan tinjunya.
Kisah perjuangan Rocky sangat menarik untuk diikuti.
Scene yang paling menarik buat saya adalah pada saat Rocky berbaring di tempat tidur dan meluapkan perasaannya akan menghadapi sang juara dunia.
“Tidak penting kemenangan, yang penting adalah menunjukkan pada orang-orang kalau aku bukan lagi sekedar gelandangan”
Begitulah kata Rocky yang sangat menyentuh.

Di sini Stallone jauh dari kesan Superhero, dia tampil sangat manusiawi, dia bisa kalah, terpuruk, sakit, sabar, bersahabat dan juga mempunyai kisah cinta.

Kekurangan pada film ini hanyalah pada adegan laganya saja.
Pukulan yang terlontar tidak ada yang mengenai sasaran.
Sangat kentara bila para aktor tidak terkena pukulan dan hanya menggoyangkan kepala dan badannya saja seolah-olah terkena pukulan.
Ini mencengangkan karena sang legenda Sylvester Stallone sendiri yang mengkoreo adegan laganya.
Mungkin pada saat itu teknologi pendukung untuk menyiasati mata penonton belum baik.

Entah ada yang sependapat dengan saya atau tidak bahwa kekurangan sangat terlihat di adegan laganya.
Ataukah ada juga yang memperhatikan adegan laga yang sangat bohong-bohongan tersebut?

Terlepas dari itu, film ini banyak menuai peghargaan dan mendapat rating tinggi.
Film ini bisa seperti itu dengan penulisan skenario hanya 3 hari oleh Sylvester Stallone sendiri.
Nilai 8 dari saya untuk film ini.

Saya jadi tertarik untuk melihat film Rocky selanjutnya yang saat ini sudah berjumlah 6 film.
Dibuat pertama tahun 1976 dan yang terakhir tahun 2006 atau 30 tahun kemudian dan kisahnya si Rocky sudah jadi pelatih.
Tapi katanya film-film selanjutnya mengecewakan. Gak tau ah, lihat sendiri aja dulu baru beri penilaian. Bisa saja menurut orang lain begitu tapi menurut selera saya mengatakan lain.

No comments:

Post a Comment