Friday, March 29, 2019

Momen Haru Perpisahan Bu Min




Ibu Min itu salah satu legenda di institusi ini, etos kerja tinggi, rajin, mengayomi, pandai bercanda dan pandai bergaul, sama siapapun masuk, mau kepada yang tua, yang muda, kepada level sesamanya, sama yang dibawahnya maupun kepada pejabat tinggi beliau bisa bergaul dan bercanda, Itu kelebihannya Bu Min menurut saya, yang mungkin karena itu tidak menutup kemungkinan bisa saja ada orang yang nggak suka ya atau iri gitu.

Jujur saya dua kali menangis di acara tersebut. Yang pertama saat momen tadi dan yang kedua pada saat foto bersama.
Saya kebanyakan diam, leherku sakit, tidak bisa berkata-kata, untung saja saya duduk paling belakang jadi saya bisa mengusap air mataku yang tidak dapat tertahan. Saya terharu, melihat orang lain saja saya terharu seperti itu, kebayang seperti apa jadinya kalau saya melihat momen perpisahan orang tuaku, mungkin lebih sedih lagi.

Sangat jarang saya mau bersalaman dan foto bareng di momen perpisahan seseorang selain karena saya menderita hyperhidrosis yang membuat saya nggak pede untuk berjabat tangan sama orang lain, saya juga merasa karena tidak ada kedekatan baik secara personal ataupun secara emosional. Ini mungkin kekurangan saya ya, seharusnya saya tidak boleh seperti itu, jadi ini sesuatu yang tak pantas untuk ditiru ya, but, no body’s perfect, itulah kekurangan saya.

Saya mungkin bukan siapa-siapa bagi Bu Min, saya jarang cerita ataupun apa dan nggak pernah berada di bawah beliau langsung. Bu Min punya geng sendiri.
Tapi itulah saya, saya tidak akan bisa melupakan kebaikan seseorang walapun kecil.

Dulu waktu masih di kerja di Bulukumba dan Bu Min juga di situ, kami bersama waktu itu di sana, jadi saya sudah kenal beliau dari tahun 2010-an kalau ndak salah.
Waktu itu saya dan teman-teman, para anak muda bujangan sering main ke Makassar kalau weekend ataupun mau pulang kampung tapi transit dulu di Makassar. Kami tidak punya tempat persinggahan, ada sih rumah teman yang lain yang orang Makassar juga tapi karena mungkin jaraknya lebih jauh dari kota atau tidak strategis dan daya tampungnya tidak sebesar di rumah Bu Min jadi kadang kami nginap di rumah Bu Min.

Jadi kami banyakan waktu itu, anak-anak Bu Min juga masih pada kecil, masih pada sekolah waktu itu. Jadi rumah itu tampak seperti rumah singgah atau bahkan panti asuhan gitu, saya merasa lucu kalau ingat hal itu.
Kami dirawat, dikasih makan, dinasehati layaknya anak-anak beliau sendiri, bahkan saya ingat suatu hari pernah kakakku pun saya kasih nginap di rumah Bu Min tanpa Bu Min tahu, karena waktu itu kondisinya malam hari dan saya jemput dia di Pelabuhan karena baru tiba dari Bau-Bau. Beliau tahunya ketika sudah pagi dan bersiap untuk sarapan pagi, tiba-tiba melihat ada orang asing di rumahnya, haha.

Waktu itu masih kere kan atau mau hemat gitu, daripada nginap di hotel, keluar biaya lagi, lebih baik uangnya dipakai untuk ongkos main di Makassar, karaoke kek, nongkrong atau apa.

Itulah kebaikan Bu Min yang saya tidak akan pernah lupa, saya tidak dekat secara personal seperti yang saya bilang tadi karena jarang cerita atau apa, tapi saya merasa dekat secara emosional, jadi makanya saya bisa terharu dan mau abaikan rasa malu bersalaman dan mau berfoto bareng. Saya menganggap beliau adalah ibu saya. Saya juga dekat dengan anak-anak beliau, bahkan guru saya, yang ajarin main gitar pun itu masih ponakan beliau.

So, dengan hati yang tulus, saya doakan Bu Min agar selalu sehat dan bahagia, lancar rejeki dan usahanya kalau mau buka usaha setelah pensiun ini, anak-anaknya juga agar jadi sukses nantinya. So, selamat memasuk masa purna bakti Bu Min.

No comments:

Post a Comment