Ibu Min itu salah satu legenda di institusi ini, etos
kerja tinggi, rajin, mengayomi, pandai bercanda dan pandai bergaul, sama
siapapun masuk, mau kepada yang tua, yang muda, kepada level sesamanya, sama
yang dibawahnya maupun kepada pejabat tinggi beliau bisa bergaul dan bercanda, Itu
kelebihannya Bu Min menurut saya, yang mungkin karena itu tidak menutup
kemungkinan bisa saja ada orang yang nggak suka ya atau iri gitu.
Jujur saya dua kali menangis di acara tersebut. Yang
pertama saat momen tadi dan yang kedua pada saat foto bersama.
Saya kebanyakan diam, leherku sakit, tidak bisa
berkata-kata, untung saja saya duduk paling belakang jadi saya bisa mengusap
air mataku yang tidak dapat tertahan. Saya terharu, melihat orang lain saja
saya terharu seperti itu, kebayang seperti apa jadinya kalau saya melihat momen
perpisahan orang tuaku, mungkin lebih sedih lagi.
Sangat jarang saya mau bersalaman dan foto bareng di
momen perpisahan seseorang selain karena saya menderita hyperhidrosis yang
membuat saya nggak pede untuk berjabat tangan sama orang lain, saya juga merasa
karena tidak ada kedekatan baik secara personal ataupun secara emosional. Ini
mungkin kekurangan saya ya, seharusnya saya tidak boleh seperti itu, jadi ini
sesuatu yang tak pantas untuk ditiru ya, but, no body’s perfect, itulah
kekurangan saya.
Saya mungkin bukan siapa-siapa bagi Bu Min, saya jarang
cerita ataupun apa dan nggak pernah berada di bawah beliau langsung. Bu Min punya
geng sendiri.
Tapi itulah saya, saya tidak akan bisa melupakan
kebaikan seseorang walapun kecil.
Dulu waktu masih di kerja di Bulukumba dan Bu Min juga
di situ, kami bersama waktu itu di sana, jadi saya sudah kenal beliau dari
tahun 2010-an kalau ndak salah.
Waktu itu saya dan teman-teman, para anak muda bujangan
sering main ke Makassar kalau weekend ataupun mau pulang kampung tapi transit
dulu di Makassar. Kami tidak punya tempat persinggahan, ada sih rumah teman
yang lain yang orang Makassar juga tapi karena mungkin jaraknya lebih jauh dari
kota atau tidak strategis dan daya tampungnya tidak sebesar di rumah Bu Min
jadi kadang kami nginap di rumah Bu Min.
Jadi kami banyakan waktu itu, anak-anak Bu Min juga
masih pada kecil, masih pada sekolah waktu itu. Jadi rumah itu tampak seperti
rumah singgah atau bahkan panti asuhan gitu, saya merasa lucu kalau ingat hal
itu.
Kami dirawat, dikasih makan, dinasehati layaknya
anak-anak beliau sendiri, bahkan saya ingat suatu hari pernah kakakku pun saya
kasih nginap di rumah Bu Min tanpa Bu Min tahu, karena waktu itu kondisinya
malam hari dan saya jemput dia di Pelabuhan karena baru tiba dari Bau-Bau.
Beliau tahunya ketika sudah pagi dan bersiap untuk sarapan pagi, tiba-tiba
melihat ada orang asing di rumahnya, haha.
Waktu itu masih kere kan atau mau hemat gitu, daripada
nginap di hotel, keluar biaya lagi, lebih baik uangnya dipakai untuk ongkos
main di Makassar, karaoke kek, nongkrong atau apa.
Itulah kebaikan Bu Min yang saya tidak akan pernah lupa,
saya tidak dekat secara personal seperti yang saya bilang tadi karena jarang
cerita atau apa, tapi saya merasa dekat secara emosional, jadi makanya saya
bisa terharu dan mau abaikan rasa malu bersalaman dan mau berfoto bareng. Saya
menganggap beliau adalah ibu saya. Saya juga dekat dengan anak-anak beliau,
bahkan guru saya, yang ajarin main gitar pun itu masih ponakan beliau.
So, dengan hati yang tulus, saya doakan Bu Min agar
selalu sehat dan bahagia, lancar rejeki dan usahanya kalau mau buka usaha
setelah pensiun ini, anak-anaknya juga agar jadi sukses nantinya. So, selamat
memasuk masa purna bakti Bu Min.
No comments:
Post a Comment