Pada tahun 2002 lalu setelah tamat SMA,
kakakku kembali dar Bau-Bau ke Kendari untuk kuliah.
Untuk mengisi waktunya dan agar dia bisa
juga eksis saat ngumpul dengan teman-temannya di kampus, Dia memintaku untuk
mengajarkannya bermain gitar.
Saat itu aku sudah tidak semangat bermain
gitar karena sudah 5 tahun belajar tapi aku tidak mengalami perkembangan yang
berarti.
Aku mengajarinya dengan antusias.
Dan aku lihat dia belajar dengan tekun.
Selain aku ajari, dia juga rajin membeli
majalah gitar dan juga suka gabung sama teman-temannya yang bisa main musik.
Dibandingkan dengan aku, perkembangannya
tergolong sangat cepat.
Dalam tempo sekitar 3 sampai 4 bulan dia
sudah bisa mengganti-ganti kunci.
Bandingkan dengan aku yang butuh waktu
setahun untuk melincahkan tanganku.
Itulah perbedaan diantara kita.
Dia banyak referensi sementara aku hanya
belajar sendiri.
Sekarang I’m nothing dibanding dia!
Kisah ke 2 terjadi pada tahun 2008.
Saat itu adik sepupuku yang bernama Rizal
di beliin gitar oleh mamaku.
Dia sedari kecil memang sangat meminati
everything about music.
Suka menyanyi, suka memukul apa saja
untuk dijadikan drum, suka memainkan gitar dan piano khayalan.
Namun orang tuanya tidak memiliki
kemampuan untuk mewujudkan satupun alat musik buatnya.
Dan akhirnya ditahun itu dia memiliki
gitar pertamanya.
Di saat libur lebaran Idul Fitri aku
pulang ke Bau-Bau.
Aku ingat pada saat dia meminta tolong
aku untuk menyetemkan senar gitarnya.
Kemudian aku bertanya-tanya, bagaimana
nasibnya ya di saat aku tidak ada nanti?
Siapa yang akan menyetemkan gitarnya jika
setelannya fals?
Siapa yang akan mengajarinya kunci-kunci?
Sementara keadaan di Bau-Bau, tidak ada seorangpun
keluarga terdekat yang minat dan bisa memainkan gitar.
Dia kemudian berguru sama Andi yang
rumahnya berhadapan dengan rumahnya.
Yang jika dilihat dari pohon keluarga,
dia berstatus sebagai paman kami.
Tapi dia tidak lebih hebat dariku.
Aku mengkhawatirkan perkembangannya
nanti.
Jarang bertemu karena aku bekerja di
Makassar, di saat aku bertemu dia di Lebaran-Lebaran berikutnya, dia
menunjukkan perkembangan yang signifikan.
Hanya butuh 2 tahun dia untuk naik
panggung. Saat itu dia kelas 3 SMP.
Walaupun saat itu permainannya masih
standar tapi diantara teman-teman sekolahnya, dialah yang terhebat dan dia
punya nyali.
Teknologi sudah tidak seperti jamanku
dulu.
dia tidak belajar dari siapa-siapa.
Dia hanya belajar dari video-video di
Youtube.
Belajar tablature dari internet.
Dan melatih instingnya dengan bermain
gitar berjam-jam setiap hari.
Setiap hari dia tidak pernah absen
memainkan gitarnya.
Alhasil sekarang aku sangat sangat sangat
nothing dibanding dia.
Begitu lincahnya dia memainkan melody Sweet
Child o’ mine dan Canon Rock sementara aku sampai sekarang belum sepenuhnya
menguasainya.
Dia sudah bergelar gitaris dan punya
pengalaman naik panggung berkali-kali sementara aku satupun tak pernah.
Kalau aku bilang, itulah salah satu
contoh bakat alam.
Bakat natural yang dimilikinya sejak
lahir.
Sejak kecil mencintai musik.
Itulah kisahku.
Dua mantan muridku.
Sekarang...... sang guru menjadi sang
murid!
No comments:
Post a Comment