Monday, October 17, 2016

Saya Sebenarnya Fans Pelita Jaya

Sebagai orang Sulawesi Tenggara saya seharusnya nge-fans sama PSK (Persatuan Sepakbola Kendari), tapi sayang, uang banyak dan rakyatnya gila bola tapi klub yang seharusnya jadi kebanggaan malah tidak diperhatikan sama sekali.
Kalau begitu minimal, sebagai orang Sulawesi saya harusnya nge-fans sama klub di Sulawesi, dan jujur saja saya baru memperhatikan PSM sejak pertamakali merantau ke Makassar pada 2004, ada pemain yang saya kagumi waktu itu, Ronald Fagundez dan striker Osvaldo Moreno.
Dan untuk seterusnya sampai saat ini saya selalu mengikuti PSM karena saya akhirnya hidup di sini.

Rasanya lebih sulit memilih klub dalam negeri untuk menjadi klub favorit daripada klub luar negeri.
Itu karena prestasi klub dalam negeri yang prestasinya tidak stabil, naik turun secara drastis dan arus transfer yang sangat kencang.
Karena itu, klub Indonesia favoritku juga selalu berubah-ubah, saya pernah suka sama Persija dan Arema pada tahun 2001, sama Persita tahun 2002, sama Persipura saat sering juara dan sama Persib pada 2014. 

Pelita Jaya di musim 1994/95

Walaupun saya baru ngerti bola pada tahun 1998, tapi saya sudah menonton sepakbola sejak 1994, termasuk liga Indonesia pertama yang berlangsung pada 1994/95.
Pada awal liga Indonesia, saya benci sekali sama klub Persib, Bandung Raya, Petrokimia dan Persebaya, karena waktu itu mereka begitu superior. Ini sudah sifat alamiku, tidak suka sama sesuatu yang berlebihan.
Walaupun membenci klubnya, tapi saya fans sama pemainnya seperti pemain yang ganteng dan cerdik dari Bandung Raya, Dejan Gluscevic dan kiper tangguh Petrokimia, Darryl Sinerine.

Dejan Gluscevic, walaupun saya tidak suka klubnya
tapi saya tetap fans sama dia

Saat pertamakali mengikuti liga Indonesia, saya langsung jatuh hati pada Pelita Jaya.
Yang pertama saya suka adalah namanya, terasa beda dengan klub kebanyakan yang berawalan "Per".
Setelah itu baru saya suka skuadnya karena diperkuat para pemain Piala Dunia dari Kamerun, Maboang Kessack dan Roger Milla.

Roger Milla, yang membuatku jatuh hati
pada Pelita Jaya

Saya makin fans saat Pelita diperkuat Kurniawan Dwi Yulianto pada 1997/98.
Waktu itu saya bangga memiliki nama belakang yang sama dengan legenda sepakbola Indonesia ini.
Waktu itu dia adalah motivasiku saat masuk ke sekolah sepakbola yang ada di Kendari.
Dia striker muda yang paling disorot waktu itu karena merupakan alumni program PSSI Primavera yang dikirim berguru ke Italia dan setelah itu dia lanjut ke Sampdoria.
Kurniawan memuncaki daftar top skor sementara, tapi sayang kompetisi terpaksa dihentikan karena kondisi negara yang lagi kacau pada waktu itu.

Kurniawan DY berseragam Sampdoria,
sumber motivasi

Pelita Jaya berdiri kebetulan sama dengan tahun lahirku yaitu 1986 dan bermarkas di Stadion Lebak Bulus Jakarta.
Pelita Jaya sering berganti-ganti nama, waktu klub pada rame-rame punya nama belakang Mastrans, Pelita Jaya-pun juga berubah nama jadi Pelita Mastrans, dia pernah jadi Pelita Bakrie, Pelita Krakatau Steel dan lain-lain.
Yang paling unik adalah saat bernama Persipasi Bandung Raya karena namanya adalah singkatan dalam singkatan.
PBR adalah singkatan dari Persipasi Bandung Raya sedangkan Persipasi adalah singkatan dari Persatuan Sepakbloa Indonesia Patriot Bekasi.
Panjang amat, apa tidak ada nama lain selain menggunakan "Per-Per" itu? kreatif sedkitlah!!!

Daftar perubahan nama Pelita Jaya:
1997-98 Pelita Mastrans
1998-99 Pelita Bakrie
2000-02 Pelita Solo
2002-06 Pelita Krakatau Steel
2006-07 Pelita Jaya Purwakarta
2008-09 Pelita Jaya Jawa Barat
2009-12 Pelita Jaya Karawang
2012-15 Pelita Bandung Raya (merger dengan Bandung Raya)
2015-16 Persipasi Bandung Raya (merger dengan Persipasi Bekasi)
2016-xx Madura United FC

Bagiku tidak mengapa berganti nama, berganti logo ataupun berganti homebase, asal jati diri dengan kata "Pelita" tidak dihilangkan, saya tetap fans sama klub ini, tapi setelah berubah total jadi Madura United, saya jadi kehilangan tim favoritku yang dulu, saya kecewa!

Saya sempat tidak memperhatikan klub ini di tahun 2000-an karena prestasinya yang tidak sebagus era 90-an, tapi nostalgia masa kecil dulu selalu ada di hati.

Pemain terakhir yang saya kagumi dari klub ini adalah kiper tangguh asal Latvia, Deniss Romanovs  yang bermain gemilang sepanjang musim sebelum akhirnya tumbang di Semi-final Liga Indonesia 2014 melalui 2 gol tendangan bebas Boaz Solossa.
Padahal jika berhasil ke final maka sejarah akan tercipta, final derby sepanjang sejarah Liga Indonesia. Derby Jawa Barat antara Persib vs Pelita Bandung Raya.

Dennis Romanovs, pemain terakhir yang saya kagumi di Pelita Jaya

Sekarang saya jadi bingung harus nge-fans yang mana.
Saya suka Persipura dan saya nge-fans sekali sama Boaz Solossa tapi rasanya masih kurang kecantol di hati.
Sebagai orang Sulawesi saya bangga sama satu-satunya klub yang membuat nama Sulawesi harum, PSM tapi yang menghiasi hati ini sejak awal adalah Pelita Jaya.

Hhhhh Keputusan yang berat.
Karena sejak tahun ini, klub kebanggaanku sudah mati, maka saya memutuskan untuk mendukung PSM!
Karena saya orang Sulawesi dan bangga dengan Sulawesi.
Karena saya tinggal di Makassar.
Karena hanya PSM yang bisa membuat Sulawesi diperhitungkan di kancah sepak bola nasional!

Saya dukung PSM sampai Pelita Jaya hadir kembali!

1 comment:

  1. Pelita Jaya terkenal dengan Roger Milla pada musim kompetisi 1994

    ReplyDelete